Senin, 14 April 2014

Lembaga Keuangan Syariah (LKMS) Lebih Tepat untuk Pengentasan Kemiskinan

Transaksi keuangan syariah bukan milik masyarakat muslim secara ekslusif, tetapi berlaku universal di seluruh pelosok dunia –dengan mengedepankan transparansi, keadilan dan berdasarkan cash basis.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menerapkan prinsip syariah, seperti BPR Syariah (BPRS), KSP Syariah / Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Baitul Qiraad (BQ), dan sebagainya –umumnya memiliki produk yang relatif lengkap dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah.

Bagi masyarakat yang tergolong fakir miskin (poor of the poor) yang tidak memiliki kecukupan penghasilan dan kemampuan membayar angsuran hutang, mereka dapat memperoleh fasilitas Qordul Hasan (dana kebajikan). Fasilias ini berupa pinjaman dana (modal) kepada fakir miskin untuk berusaha tetapi kepadanya tidak diwajibkan memberikan keuntungan (bagi hasil) kepada penyedia fasilitas. Dengan demikian fasilitas ini tidak memberatkan bagi masyarakat yang relative sangat miskin. Hal ini sejalan dengan 11 prinsip keuangan mikro, khususnya prinsip ke-6, yaitu “Kredit Mikro Tidak Selalu Menjadi Jawaban” –dalam pengentasan kemiskinan.

Bagi masyarakat yang akan membeli barang tetapi kemampuannya terbatas sehingga  harus membayar dengan cara mencicil atau mengangsur, mereka dapat memperoleh fasilitas Bai’ Al Murabahah. Fasilitas ini dibuat secara transparan, dimana penyedia fasilitas menyebutkan besarnya margin yang diperoleh. Sebaliknya jika pembelian dimana barang baru akan diterima dikemudian hari dan pembeli harus memesan dengan membayar uang muka, maka mereka dapat memperoleh fasilitas Bai’ As-Salam.

Bagi para petani, mereka dapat memperoleh fasilitas Al-Muzara’ah (bagi hasil dari hasil panen) atau Al-Muzaqah (bagi hasil tertentu dari hasil panen –didasarkan atas tanggungjawab penyiraman dan pemeliharaan). Sedangkan bagi mereka yang menginginkan kerjasama usaha (joint venture), mereka bisa memperoleh Al-Musyarakah (bagi hasil berdasarkan jumlah modal dan kesepakatan bersama yang didasarkan atas pengelolaan usaha). Jika masyarakat meng Al-Mudarabah  (bagi hasil dengan rasio tertentu berdasarkan modal yang disertakan).

Masih banyak lagi bentuk-bentuk transaksi finansial dengan prinsip syariah, seperti Al-Ijarah (sewa-menyewa),  Al-Ijarah-Muntahia Bit-Tamlik (sewa guna / leasing). Ada juga Al-Wakalah (perwakilan), Al-Kafalah (memberikan jaminan / avalis), Al-Hawalah (asset sale), dan  Ar-Rahn (gadai).

Nah, yang paling menarik adalah ketika seseorang tidak mampu membayar hutang (ghorimin) –maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan bagian dari zakat untuk menyelesaikan kewajibannya. Tentu term and condition is applied.

Jika prinsip-prinsip syariah dijalankan secara konsisten, seharusnya tidak ada satupun LKMS yang menderita kerugian akibat terkena risiko kredit dan risiko pasar. Logikanya, LKMS tidak dibebani biaya dana di depan –tetapi hanya akan membagi keuntungan berdasarkan rasio yang disepakati (nisbah) dengan pemilik dana / investor / penabung / “deposan” / “kreditor”. Jika pembiayaannya bermasalah dan tidak memperoleh pendapatan bagi hasil dan / atau margin, maka LKMS tersebut juga tidak membagi keuntungan kepada  pemilik dana.


Semoga sekelumit pengetahuan ini dapat memperkaya alternative kita dalam menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah  lebih luas lagi. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar